Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Hr berada,ketika, "Winda ...... " sebuah suara memanggil."Hei Ratna!""Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?" Ratna itu bertanya heran."Tauk nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundurterus, kenapa ya?""Idih jahat banget!""Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!,tauk nih, bentar ya aku masuk dulu!""He-eh deh, sampai nanti!" Ratna berlalu.Dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu."Masuk .... !" Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk."Selamat siang pak!""Selamat siang, kamu siapa?" tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yangsedang dikerjakannya."Saya Winda ...... !""Aku .... ? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?""Iya benar pak.""Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya,ini kartu nama saya," Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartunamanya."Ada lagi?" tanya dosen itu."Tidak pak, selamat siang!""Selamat siang!"Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya,sudah belajar sampai larut malam, sampai di sini harus kembali lagi hariMinggu, huh!*********Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih berjalan sambil membawa tashendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak Hr,dosen berengsek itu.Rumah Pak Hr terletak di sebuah perumahan elite, diatas sebuah bukit, agakjauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka,Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar muncul."Ehh ....! Winda, ayo masuk!" sapa orang itu yang tak lain adalah pak Hrsendiri."Permisi pak! Ibu mana?" tanyaku berbasa-basi."Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!" sahut pak Hr ramah."Sebentar ya ....... " katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenalpaling killer.Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. di sudutruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai baranghiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani berbulu, dan kursi sofakelas satu. "Gimana sudah siap?" tanya pak Hr mengejutkan aku darilamunannya."Eh sudah pak!""Sebenarnya ..... sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau.... kalau ...... !""Kalau apa pak?" aku bertanya tak mengerti.Belum habis bicaranya, Pak Hr sudah menuburuk tubuhku."Pak .... apa-apaan ini?" tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskandiri."Jangan berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkannilai bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!" sahut lelaki itusambil berusaha menciumi bibirku.Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik . namun detah dari mana asalnyaperasaan hasrat menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanyamembiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku. Harus kuakui memang,walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua inisering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar.Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mataPak Hr."Lepaskan ...... Pak jangan hhmmmpppfffff ...!" kata-kataku tidakterselesaikan karena terburu bibirku tersumbat mulut pak Hr.Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan berlarimenghindar. Namun entah mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah kamartidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafaskuyang terengah-engah, entah mengapa birahiku sedemikian cepat naik. Seluruhwajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa gemetar.Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar danmengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetarhebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk merengkuh diriku.Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Hr, bibirku segera tersumbatbibir laki-laki tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak didalam mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampurdengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasasudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayangolehku saat-saat aku dicumbui seperti itu oleh si Aldy, entah sedang di manadia sekarang. aku tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas denganhangat.Merasa mendapat angin kini tangan Pak Hr bahkan makin berani menelusup dibalik blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balikbeha yang aku pakai.Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu meremas-remasgundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa benar,telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi denganjari-jarinya yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknyadia .. Tangannya makin lama makin kasar bergerak di dadaku ke kanan dankekiri.Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang akupakai satu demi satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanyamemakai secarik G-string saja.Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknyamenyembul batang penis laki-laki itu yang telah menegang, sebesar lenganBayi.Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat vital lelakisebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Namunaku tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah ada pesona tersendirihingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Hr berjalanmendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hinggaikatannya lepas dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung."Kau Cantik sekali Winda ......" gumam pak Hr mengagumi kecantikanku.Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku sampai terduduk di pinggir kasur.Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi tubuhku dan dibuangnyake lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat.Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkankedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerahdi sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu ..Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnyamenjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut lebatitu. Aku memejamkan mata, oohh . indahnya, aku sungguh menikmatinya,sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian."Pak ........ !" rintihku memelas."Pak ...... aku tak tahan lagi ...!" aku memelas sambil menggigit bibir.Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan PakHr. Namun rupanya lelaki tua itu tidak perduli, bahkan senang melihat akudalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkanterjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahiperbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup."Paakkk ...... Aaakkhh .... !" aku mengerang keras, kakinya menjepit kepalaPak Hr melampiaskan derita birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-keras.Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati.Sungguh lihai laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengannafsunya yang sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini,bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudahdigaulinya. Tapi apa perduliku .?Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yang masihterduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis berada di depanwajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat melakukannyasendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekatikejantanannya yang aduh mak . Sungguh besar itu.Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulumsekalian alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melekmerem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batang