Komunitas Anak Mataram

Members Login
Username 
 
Password 
    Remember Me  
Post Info TOPIC: Saat Hujan Turun


Guru

Status: Offline
Posts: 591
Date:
Saat Hujan Turun


Dan hujanpun akhirnya rintik-rintik turun membasuh bumi. Mengiringi
kepergian ibunda yang jasadnya lenyap ditimpa tanah-tanah basah, dan
kemudian ditutupi bunga-bunga berwarna warni. Aku merasakan gelisah di
dadaku. Aku kini seorang diri. Tak ada saudara dan tak ada keluarga. Seorang
diri.

Perlahan, orang-orang yang ada, meninggalkan tempat pekuburan. Suasana
sendiri semakin terasa. Sampai aku rasakan hanya ada Ningsih, pacarku yang
berdiri setia di sampingku. Dan beberapa orang lagi. Tak banyak aku bisa
bercakap dengannya. Galau di hati ini semakin terasa.

"Nara, tante turut berduka cita sedalam-dalamnya," suara itu memecahkan
kesunyianku.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Tante Asri, berkerudung hitam,
berkacamata hitam, dengan terusan panjang, berpayung, sendirian. Aku bisa
melihat raut kecantikan di wajahnya yang belum lagi berusia 35 tahun.

"Terima kasih, Tante," kataku, "Juga terima kasih atas bantuan yang Tante
berikan, selama Mama masih di rumah sakit, sampai pemakaman ini."

"Ah, kamu. Tentu gak bisa bantu apa-apa. Tante hanya bisa bisa bantu
seadanya."
"Itu sangat berarti buat kami, Tante."
"Kamu jadi dengan rencana-rencanamu, Nara ?"

Aku hanya mengangguk perlahan.

"Nara, kamu pikirkanlah lagi rencana-rencanamu itu. Kalau kamu sudah punya
keputusan, temuilah Tante di rumah, kapan saja."

Sekali lagi aku mengangguk perlahan.

"Tante jalan dulu, Nara. Mari Ningsih, Tante pulang dulu."

***

Aku dan Ningsih kemudian pulang ke rumahku. Aku tidak banyak bercakap selama
perjalanan. Kami berdua menyusuri jalan-jalan yang basah oleh air hujan.

Sesampai di rumah, Ninggsih membuka percakapan, "Apa yang kamu bicarakan
tadi dengan tante Asri, Nara?"

"Hmmm, aku memang belum cerita dengan kamu." desahku.

"Apa ?"

"Aku berencana aku pergi. ... Kamu tahu, Mama adalah kerabatku satu-satunya,
dan kini telah tiada. Aku ingin melangkahkan kaki ini menuju ke matahari
terbit. Menyongsong terbitnya matahari. Membau basah tanah. Merasakan
bulir-bulir basah embun di rerumputan. "

Ningsih menatapku dengan tidak yakin. "Kamu yakin dengan apa yang kamu
ucapkan?"

Aku mengangguk.
Ninggsih menggeleng, dan matanya sudah mulai berlinang.

"Apa yang kamu pikirkan, Nara ? Apakah semua harus terjadi menurut
kepentinganmu saja ? Tidakkah kamu memikirkan, bahwa kamu masih punya aku di
sisi mu?"

"Ningsih, kamu selalu di hatiku. Setiap hari aku akan kirimkan surat
untukmu. Akan kutuliskan kata-kata cinta yang kudapat di perjalanan
untukmu..."

Ningsih memelukku erat. Ia menangis sejadi-jadinya di pelukanku. Aku bisa
merasakan kegetirannya yang teramat karena kepergianku ini. Akupun merasakan
pahit, bahwa aku akan berpisah dengannya, Ningsih, kembang yang sedang
mekar-mekarnya, mewangi setiap hari...

Aku memeluknya erat. "Aku pun berat untuk meninggalkanmu, Sayang," bisikku
"Namun, jiwaku merasa ada yang harus aku kejar. Ada pengalaman yang ingin
aku rasakan, bukan hanya rutinitas kehidupan ini."

Aku mengecup dahinya. Ia menatapkan sendu.

"Aku sayang kamu, Nara..."

"Aku juga, Ningsih."

Kami berciuman. Hujan kembali turun dengan derasnya. Titik-titik airnya
membasahi bumi. Membuat gelora yang yang mulai memuncak. Tanganku menyentuhi
letuk keindahan tubuh Ningsih. Desahannya mulai terdengar di telingaku. Ia
memelukku erat.

Kuturunkan pelan-pelan jari-jari tanganku ke depan, menyentuh pangkal buah
dadanya. Terasa lembut. Tanganku meraba payudaranya. Masih kencang dan
indah. Ningsih diam saja. Aku semakin berani. Jariku menekan pangkal susu
itu. Ningsih masih diam, bahkan lirih kudengar napasnya memburu sementara
matanya tetap terpejam. Aku nekat. Kuselipkan jari-jariku ke balik bajunya
itu. Kusentuh beha yang tipis tapi terasa benar daging di dalamnya yang
kenyal. Segera saja kuraih buah dada itu, kuusap dan kuremas-remas.

Lidah kami berpagutan. Saling kejar mengejar. Tanpa terasa, tanganku membuka
satu demi satu kancing bajunya. Di balik kegelapan malam, aku bisa melihat
bulatan kenyal di dadanya. BH putihnya kusingkapkan dengan perlahan. Dan
kuciumi dengan hangat ujung payudaranya. "Akan kuberikan kenangan terindah
dalam hidupmu, Ningsih. Supaya kamu tidak melupakan aku..."

Semua baju Ningsih sudah tergeletak di lantai yang dingin. Kami berdua masih
berdiri berpelukan. Hangat. Seolah tiada hari esok lagi. Bajuku sedang
dibukanya. Dan akhirnya kami merasakan kenikmatan itu. Sambil berdiri.
Ningsih menggeliat merasakan keintiman yang ada. Aku menaikturunkan badanku.
Kedua badan kami telah basah oleh peluh. Aku merasakan kejantananku
dipilin-pilin di dalam kewanitaan Ningsih. Kami berdua bergerak dengan
bebasnya. Menumpahkan seluruh rasa yang ada.

Nggak lama, Ninggsih bergetar hebat. "Ahhhhhhhj....." jeritnya. Lalu ia
lemas sambil memelukku. Kami kemudian pindah ke atas ranjang. Ningsih
telungkup di ranjang, sementara kedua kakinya di lantai. Aku berdiri di
belakangnya, dan kami merhubungan badan kembali. Dari belakang. Dengan cara
ini, aku merasakan kejantananku sepenuhnya masuk ke liang kenikmatannya....

"Ahh... uuuhhhhh...." desah Ningsih. Liangnya sudah basah sekali. Aku
merasakan sangat nikmat. Masuk dan keluar. Aku sangat merasakan setiap
gerakan yang ada. Tangan Ningsih hanya bisa memegang seprei yang mulai
berantakan. Ia menggigit bibir nya sendiri. Menahan pucuk-pucuk kenikmatan
yang timbul dari gerekan demi gerakan. Tubuh kami bergerak liar. Pinggul
Ningsih berputar dan vaginanya terasa menjepit dan meremas kemaluanku. Tak
terkatakan nikmatnya.

"Ooooohhhhh..Naarraaa..sssssshshshshsh...mmmmmhmhhhhh..teruuussss
...iyaaaaa...gituuu teruussss...aaahhhhhh enaaaak sekaliiii.."

"Hmmmm...nikmat sekali Ningsihhhh......uuuuhhhhhh..."

"Nara..aku mau keluar nih.sama-sama yaaaaa...ssssshhhhhhh..."

Kami bergoyang semakin cepat dan semakin cepat..sampai akhirnya kami berdua
berteriak sama-sama ketika air maniku muncrat banyak sekali di dalam liang
vagina Ningsih yang juga mencapai orgasmenya...

Kami kemudian berpelukan erat. Hujan masih turun dengan derasnya. Biarlah
hujan membasahi bumi ini.

__________________
Page 1 of 1  sorted by
 
Quick Reply

Please log in to post quick replies.

Tweet this page Post to Digg Post to Del.icio.us


Create your own FREE Forum
Report Abuse
Powered by ActiveBoard